•  

Our Top Course
Komunikasi Pembelajaran
( 16 Sections)
 
Pengembangan Media Foto
( 16 Sections)
 

Profil Program Studi S1 Seni Rupa Murni Unesa

 
Program Studi  :  S1 Seni Rupa Murni
Tanggal Berdiri  :  14 Oktober 2014
Koordinator Program Studi  :  Dra. Indah Chrysanti Angge, M.Sn.
Visi Misi & Tujuan Program Studi S1 Seni Rupa Murni
Universitas Negeri Surabaya
Visi

Program studi yang unggul berstandar nasional, berdaya saing regional, dan kukuh dalam bidang seni rupa murni.


Misi
  1. Menyelenggarakan pendidikan yang menghasilkan tenaga unggul, berkarakter, dan profesional di bidang seni rupa murni;
  2. Menyelenggarakan kegiatan penelitian kesenirupaan yang mendukung pengembangan laboratorium seni rupa murni;
  3. Menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat berbasis penelitian yang terkait dengan kesenirupaan pada masa kini;
  4. Meningkatkan kualitas pengelolaan kelembagaan yang didasarkan pada prosedur operasional baku.
  5. Menjalin kerjasama antar lembaga dalam dan luar negeri yang relevan untuk meningkatkan daya saing dan kualitas lulusan.

Capaian Lulusan Program Studi S1 Seni Rupa Murni
Universitas Negeri Surabaya
CPL-1 Mampu menunjukkan nilai-nilai agama, kebangsaan dan budaya nasional, serta etika akademik dalam melaksanakan tugasnya
Dibebankan pada matakuliah:

CPL-2 Menunjukkan karakter tangguh, kolaboratif, adaptif, inovatif, inklusif, belajar sepanjang hayat, dan berjiwa kewirausahaan
Dibebankan pada matakuliah:

CPL-3 Mengembangkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan kreatif dalam melakukan pekerjaan yang spesifik di bidang keahliannya serta sesuai dengan standar kompetensi kerja bidang yang bersangkutan
Dibebankan pada matakuliah:

CPL-4 Mengembangkan diri secara berkelanjutan dan berkolaborasi.
Dibebankan pada matakuliah:

CPL-5 Menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur dan mampu mengambil keputusan secara tepat dalam pemecahan masalah

CPL-6 Memerinci konsep teoretis, prinsip, dan prosedur dengan menerapkan creative thinking dalam penciptaan karya seni rupa yang berbasis masalah kontekstual

CPL-7 Menelaah prinsip dan teori dengan isu aktual dalam wacana kesenirupaan secara lintas disiplin

CPL-8 Menganalisis dan mengkaitkan historisitas, konsep ontology, epistimologi, aksiologi dalam ilmu seni rupa untuk mengolah kreativitas.

CPL-9 Merancang dan menciptakan karya seni rupa dengan menerapkan prinsip-prinsip penciptaan, metode, serta eksplorasi teknis dan medium yang berbasis riset dan teruji secara teoritis
Dibebankan pada matakuliah:

CPL-10 Melakukan riset artistic yang mencakup identifikasi, formulasi, dan analisis dalam bingkai ilmu seni rupa dengan pendekatan ilmu lintas disiplin
Dibebankan pada matakuliah:

CPL-11 Mempublikasikan kinerja, proses, dan komponen secara analitis dengan mempertimbangkan aspek komunikasi efektif, keberlanjutan dan networking.
Dibebankan pada matakuliah:

Struktur Kurikulum Program Studi S1 Seni Rupa Murni
Universitas Negeri Surabaya
Semester 1
Kode Mata Kuliah SKS
9020103019 Gambar Bentuk 3.00
9020102033 Pengantar Studi Seni Rupa 2.00
9020103039 Rupa Dasar 2 Dimensi 3.00
9020103001 Anatomi Plastis 3.00
9020103055 Sketsa 3.00
9020102035 Pengetahuan Medium Seni 2.00
Semester 2
Kode Mata Kuliah SKS
9020103053 Seni Patung Dasar 3.00
9020102090 Sejarah Seni Rupa Asia dan Indonesia 2.00
9020103040 Rupa Dasar 3 Dimensi 3.00
9020103051 Seni Lukis Dasar 3.00
Semester 3
Kode Mata Kuliah SKS
9020103084 Teori Seni*** 3.00
9020102005 Bahasa Visual 2.00
9020102043 Sejarah Seni Rupa Barat 2.00
9020102086 Antropologi dan Sosiologi Seni 2.00
9020103062 Kewirausahaan 2.00
9020103022 Gambar Ragam Hias 3.00
9020102015 Estetika 2.00
Semester 4
Kode Mata Kuliah SKS
9020103096 Studi Kritik dan Kuratorial*** 3.00
9020102060 Tinjauan Seni Rupa 2.00
9020102092 Manajemen Seni dan ART Market 2.00
9020102098 Pengetahuan HKI 2.00
9020102089 Budaya Rupa Nusantara 2.00
9020103091 Seni Media Baru 3.00
Semester 5
Kode Mata Kuliah SKS
9020103004 Bahasa Inggris 3.00
9020104100 Pendalaman Karya 3 Dimensi** 4.00
9020104101 Kajian Seni Rupa Interdisipliner*** 4.00
9020104099 Pendalaman Karya 2 Dimensi* 4.00
9020102102 Neuroaesthetics 2.00
Evaluasi Kurikulum Program Studi S1 Seni Rupa Murni
Universitas Negeri Surabaya

Evaluasi Kurikulum

Berdasarkan adanya Permendikbud nomor 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Unesa menyelenggarakan acara Sosialisasi dan Perumusan Merdeka Belajar di Kampus Merdeka dengan mengusung tema “Pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar di Kampus Merdeka”, diperoleh tiga pilar dalam kampus merdeka sesuai dengan pesan kunci Mendikbud. Pilar 1, dosen adalah penggerak, harus profesional dan inovatif. Pilar 2, perubahan adalah hal yang sulit dan penuh ketidaknyamanan. Pilar 3, konsolidasi kebijakan. dimana kampus merdeka memiliki 4 kebijakan utama, yaitu pembukaan prodi baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, perguruan tinggi negeri berbadan hukum, serta hak belajar tiga semester di luar program studi. Sehingga unesa mengadakan program magang atau praktik kerja, proyek di desa, mengajar di sekolah, pertukaran pelajar, penelitian, kegiatan wirausaha, studi atau proyek independent, serta proyek kemanusiaan. “Pengembangan kurikulum merdeka belajar  tidak hanya mengedukasi dosen, tetapi mahasiswa juga perlu tau, agar dapat dipersiapkan dari awal. Sehingga kurikulum merdeka belajar program studi Seni Rupa  Murni dirancang untuk memberikan kemerdekaan mahasiswa pada semester lima untuk memilih program perkuliahan. Prinsip merdeka belajar  sangat bagus karena bertujuan memberikan pengalaman belajar di luar program studi dan capaian pembelajaran. Kurikulum merdeka belajar yang rencananya akan diterapkan pada semester gasal 2020/2021  akan diberlakukan pada mahasiswa angkatan 2018 dan 2019. Mengusung model 512 serta pola perkuliahan 4121 atau 42a12b1. Nantinya akan dilakukan kompres, penghilangan mata kuliah yang tidak relevan, penggabungan mata kuliah yang bergayut, pengurangan bobot sks mata kuliah, penambahan total sks lulusan (144-150), pemunculan mata kuliah baru, dan lain sebagainya.

Tracer Study

Terkait hasil evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum masih dalam proses pengolahan dikarenakan program studi Seni Rupa Murni baru berdiri pada tahun 2015 dan untuk lulusan sampai dengan saat ini sudah ada 11 lulusan. (ukuran huruf kok beda).

  1. Profil Lulusan & Rumusan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) Program Studi S1 Seni Rupa Murni merumuskan Profil Lulusan dan Capaian Pembelajarannya sebagai berikut.
  2. Sikap: Keberagamaan, Makhluk Sosial, Nasionalisme: Pengembangan kepribadian melalui pendidikan agama dan kewarganegaraan sebagai dasar pengembangan sikap sebagai makhluk individu maupun sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  3. Kemampuan Umum: Bertanggungjawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggungjawab atas pencapaian hasil kerja organisasi di bidang seni serta pelaporan hasil kerja organisasi.
  4. Kemampuan di Bidang Kerja: Mampu melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan penyajian  seni yang berorientasi kemutakhiran perkembangan seni rupa; Mampu menggunakan sumber belajar dan media eksplorasi seni  berbasis IPTEKBUD untuk mendukung kreastivitas seni; Mampu melakukan penelitian/berkarya seni  yang dapat digunakan dalam memberikan berbagai alternatif penyelesaian masalah di bidang seni.
  5. Kemampuan di Bidang Pengetahuan: Menguasai fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan prosedur bidang inti seni rupa murni; Menguasai konsep teoritis, sehingga mampu memecahkan masalah dalam penciptaan dan telaah seni rupa murni.
  6. Kemampuan Manajerial: Mampu merencanakan dan mengelola sumberdaya dalam penyelenggaraan pameran, penciptaan seni, sanggar seni; Mampu mengambil keputusan strategis berdasarkan analisis informasi dan data di bidang  seni rupa murni,  memberikan saran kepada komunitas serta menginformasikan kepada publik sesuai ketentuan yang berlaku.

 

Landasan Perancangan Kurikulum Program Studi S1 Seni Rupa Murni
Universitas Negeri Surabaya

1.1 Universitas Value

Pengembangan kurikulum di Unesa juga secara khusus turut mewujudkan visi dan misi Unesa yakni unggul dalam kependidikan dan kukuh dalam keilmuan, maka setiap prinsip tersebut harus mengarah pada visi dan misi. Secara umum prinsip pengembangan kurikulum Unesa adalah:

 

A. Relevansi

Kurikulum yang dikembangkan harus memiliki keterkaitan antara bidang ilmu (diciplin/content) dengan kebutuhan masyarakat (social needs) sebagai pengguna lulusan. Keterkaitan yang dimaksudkan bahwa kurikulum dikembangkan bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan pengguna/pasar melainkan juga merupakan implementasi dari kajian mendalam dari bidang ilmu yang dikembangkan.

 

B. Fleksibilitas

Kurikulum yang dikembangkan memiliki keluwesan terhadap implementasi di lapangan. Lapangan yang dimaksud adalah implementasi kurikulum tersebut dalam pembelajaran atau hasil kurikulum tersebut di dunia kerja yang diimplementasikan oleh para lulusan pengguna kurikulum.

 

C. Kontinuitas

Kurikulum yang dikembangkan memiliki prinsip kontinuitas (berkesinambungan) antar bagian disiplin ilmu sebagai content. Hal ini diperlukan agar kurikulum tidak terkesan terputus antar bagian atau merupakan lingkaran yang berpusat di satu tempat saja.

 

D. Efisiensi

Kurikulum yang dikembangkan perlu memperhatikan aspek meritokrasi untuk memperoleh daya guna dalam sistem secara keseluruhan. Efisiensi diperoleh melalui pemanfaatan waktu, tenaga, biaya, dan sumber daya lain untuk mencapai hasil  optimal sesuai dengan tujuan.

 

E. Keefektifan

Kurikulum yang dikembangkan perlu mencermati tujuan secara sungguh-sungguh dalam upaya pencapaiannya dengan memanfaatkan/mengelola proses dan sumber daya yang tepat untuk mencapai hasil optimal sesuai dengan tujuan.

 

Elemen-elemen kompetensi yang dirumuskan dalam kurikulum program studi memuat (1) afeksi, (2) karakter, (3) keterampilan berpikir tingkat tinggi, (4) kemampuan tertentu yang relevan dengan kebutuhan individu, kelompok, masyarakat luar, dan (5) peluang untuk pengembangan diri. Afeksi yang ditumbuh-kembangkan pada mahasiswa Unesa, sesuai dengan landasan kepribadian dan sikap perilaku berkarya di dalam Perpres nomor 08 Tahun 2012 tentang KKNI, yakni:

  1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Memiliki moral, etika dan kepribadian yang baik dalam menyelesaikan tugasnya.
  3. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia.
  4. Mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya.
  5. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan orisinal orang lain.
  6. Menjunjung tinggi penegakan hukum serta memiliki semangat untuk mendahulukan kepentingan bangsa serta masyarakat luas.

 

Karakter yang ditumbuh-kembangkan pada mahasiswa Unesa, sesuai dengan moto growing with character, meliputi: Iman, Cerdas, Mandiri, Jujur, Peduli, dan Tangguh (dengan akronim: “Idaman Jelita”). Penguatan Pendidikan Karakter menjadi wajib menyertai Merdeka Belajar menekankan enam karakter yang harus menjadi dasar pembelajaran; 1) computational thinking, 2) Creative, 3) Critical thinking, 4) Collaboration, 5) Communication, dan 6) Compassion. 

 

1.2 Landasan Filosofi

Memberikan pedoman secara filosofis pada tahap perancangan, pelaksanaan, dan peningkatan kualitas pendidikan (Ornstein & Hunkins, 2014), bagaimana pengetahuan dikaji dan dipelajari agar mahasiswa memahami hakikat hidup dan memiliki kemampuan yang mampu meningkatkan kualitas hidupnya baik secara individu, maupun di masyarakat (Zais, 1976).  Perubahan kurikulum pendidikan merupakan keniscayaan sepanjang tidak bertentangan dengan filosofi pendidikan serta peraturan yang berlaku.

 

Berkaitan dengan masalah tersebut di atas ada baiknya kita mencoba menengok kembali filsafat pendidikan yang dikemukakan oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantoro, bahwa hakekat pendidikan, serta strategi mencapai hasil pendidikan yang sesuai dengan budaya Indonesia. Tiga prinsip yang disebut “Trikon”, yaitu Kontinyu, Konvergen, serta Konsentris bermakna bahwa pendidikan merupakan suatu proses berkelanjutan sepanjang hayat, memadukan antara ilmu pengetahuan  bersumber dari dalam dan luar negeri dengan kelembutan budi pekerti yang bersumber dari budaya nasional Indonesia. Kesemuanya itu dapat dicapai jika konsep sistem “among” yang berjiwa kekeluargaan dalam pendidikan bersendikan atas dua dasar, yaitu pertama kodrat alam sebagai syarat kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya; kedua kemerdekaan sebagai syarat dinamisasi kekuatan lahir dan batin peserta didik agar dapat memiliki pribadi yang kuat dari hasil berpikir serta bertindak merdeka tanpa tekanan dan hambatan dalam mengembangkan potensi dirinya. Prinsip yang dikemukakan  sejalan dengan karakter yang diharapkan mengejahwantah sebagai sikap pendidik dan pemimpin yaitu: Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso, dan Tut wuri handayani.

 

Sasaran utama dari pendidikan, kurikulum, dan pembelajaran adalah optimalisasi potensi manusia. Paulo Freire, seorang tokoh Demokrasi Pendidikan memandang bahwa manusia itu berproses, yang berarti manusia tersebut belum selesai (belum utuh). Kemudian bagaimana membentuk manusia yang utuh?. Manusia yang diinginkan adalah manusia yang otonom terhadap dirinya, terbebas dari tekanan dan memiliki dasar hidup yang jelas dan realitas. Di sisi lain, dalam pandangan Freire, humanisasi adalah sebuah gambaran manusia yang ideal. Manusia ideal adalah manusia tersebut memperoleh keutuhan. Keutuhan yang diperoleh menjadi manusia yang ideal (humanisasi) ini membutuhkan manusia yang sadar diri. Adanya kesadaran dalam diri manusia itu diperoleh dengan kebebasan (Freire, 2001).

 

Implementasi Merdeka Belajar (Nadiem, 2019) sejalan dengan filosofi Demokrasi Pendidikan (Freire, 2001). Didalam aktivitasnya terlibat interaksi antara peserta didik dengan sejumlah sumber belajar. Dosen sebagai pendidik sekaligus berperan sebagai salah satu sumber belajar dan mahasiswa sebagai peserta didik, secara hakiki tidak berbeda, keduanya dalam proses dinamis “untuk menjadi” (on becoming). Dosen sebagai salah satu sumber belajar artinya masih banyak sumber belajar lain yang dapat dipilih oleh mahasiswa dan konsekwensinya dosen memiliki kewajiban untuk memberi keleluasaan pada mahasiswa dalam menentukan pilihan sumber lain maupun cara dan tempat belajarnya yang sesuai dengan minatnya. Hal ini ditegaskan oleh Freire bahwa “The purpose of adult education is to help them to learn, not to teach them all you know and thus stop them from learning”.

 

Asumsi filosofis yang perlu dikembangkan dalam konteks ini bahwa pembelajaran adalah proses berfikir untuk mencari dan menemukan (bukan diajari). Implementasinya proses pembelajaran diarahkan pada;

  1. Pembentukan keterampilan mental tertentu (Teaching of thinking) seperti keterampilan berfikir kritis, berfikir kreatif.
  2. Usaha menciptakan lingkungan belajar yang dapat mendorong terhadap pengembangan kognitif, seperti menciptakan suasana keterbukaan yang demokratis, menciptakan iklim yang menyenangkan (teaching for thinking).
  3. Upaya untuk membantu agar peserta didik lebih sadar terhadap proses berfikirnya (teaching about thinking). Maka dari itu, akal dan kecerdasan peserta didik harus dikembangkan dengan baik. Karena Lembaga pendidikan bukan berfungsi untuk memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga berfungsi sebagai pemindahan nilai (transfer of value), sehingga peserta didik menjadi terampil, berintelektual baik, dan memiliki internalisasi nilai dalam wujud karakter. Mereka harus diberi kemerdekaan untuk berbuat sesuai dengan cara dan kemampuannya masing-masing dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan daya kreativitasnya yang didasari oleh sikap nilai yang standar.

 

1.3 Landasan Sosiologis

Memberikan landasan bagi pengembangan kurikulum sebagai perangkat pendidikan yang terdiri dari tujuan, materi, kegiatan belajar dan lingkungan belajar yang positif bagi perolehan pengalaman pembelajar yang relevan dengan perkembangan personal dan sosial pembelajar (Ornstein & Hunkins, 2014). Kurikulum harus mampu mewariskan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya di tengah terpaan pengaruh globalisasi yang terus mengikis eksistensi kebudayaan lokal. Berkaitan dengan hal ini Ascher dan Heffron (2010) menyatakan bahwa kita perlu memahami pada kondisi seperti apa justru globalisasi memiliki dampak negatif terhadap praktik kebudayaan serta keyakinan seseorang sehingga melemahkan harkat dan martabat manusia? Lebih jauh disampaikan pula oleh mereka bahwa kita perlu mengenali aspek kebudayaan lokal untuk membentengi diri dari pengaruh globalisasi.

 

Hal ini sejalan dengan pendapat Plafreyman (2007) yang menyatakan bahwa masalah kebudayaan menjadi topik hangat di kalangan civitas academica pada berbagai negara dimana perguruan tinggi diharapkan mampu meramu antara kepentingan memajukan proses pembelajaran yang berorientasi kepada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan unsur keragaman budaya peserta didik yang dapat menghasilkan capaian pembelajaran dengan kemampuan memahami keragaman budaya di tengah masyarakat, sehingga menghasilkan jiwa toleransi serta saling pengertian terhadap hadirnya suatu keragaman. Kurikulum harus mampu melepaskan pembelajar dari kungkungan tembok pembatas budayanya sendiri (capsulation) yang kaku, dan tidak menyadari kelemahan budayanya sendiri.

 

Dalam konteks kekinian peserta didik diharapkan mampu memiliki kelincahan budaya (cultural agility) yang dianggap sebagai mega kompetensi yang wajib dimiliki oleh calon profesional di abad ke-21  dengan penguasaan minimal tiga kompetensi yaitu, minimisasi budaya (cultural minimization, yaitu kemampuan kontrol diri dan menyesuaikan dengan standar, dalam kondisi bekerja pada tataran internasional) adaptasi budaya (cultural adaptation), serta integrasi budaya (cultural integration) (Caliguri, 2012)2. Konsep ini kiranya sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantoro dalam konsep “Tri- Kon” yang dikemukakan di atas.

 

Penguatan pendidikan karakter dilakukan dengan berbasis pada kearifan lokal sebagai strategi revitalisasi nilai-nilai Pancasila untuk menguatkan karakter dan jati diri bangsa dengan didasari oleh: (a) integrasi kearifan lokal budaya yang bersumber dari core value hormat, rukun, dan tolong menolong sebagai strategi revitalisasi nilai-nilai Pancasila dan nilai karakter, (b) untuk mempersiapkan peserta didik sebagai warga negara yang cerdas dan baik, pembelajaran dilakukan dengan belajar sambil berbuat, belajar memecahkan masalah sosial, belajar melalui perlibatan sosial, dan belajar melalui pembiasaan serta interaksi sosial- kultural, (c) Implementasi model pembelajaran yang dikembangkan dalam kurikulum kampus merdeka dilakukan dengan pendekatan pembelajaran Problem Based Learning, Project Based Learning, dan Klarifikasi nilai.

 

 

1.4 Landasan Historis

Secara historis pengembangan kurikulum di Unesa berjalan searah dengan pengembangan lembaga yang diawali dari kursus guru B-I dan B-II pada tahun 1950an, yang selanjutnya berkembang menjadi Akademi Pendidikan Guru hingga FKIP dan IKIP Surabaya. Pada perkembangan selanjutnya IKIP Surabaya berubah menjadi Universitas sebagai perluasan mandat untuk mengembangkan program nonkependidikan disamping program kependidikan yang telah lama dilakukan. Dengan demikian pengembangan kurikulum dilakukan pula mengikuti proses tersebut seiring dengan peraturan dan perundangan yang berlaku saat itu.

 

Kurikulum di Unesa mengalami perkembangan  cukup dinamis. Perkembangan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan aturan yang berlaku saat pengembangan kurikulum dilakukan. Misalnya ketika berlaku kurikulum bersifat nasional yang ditentukan oleh konsursium pendidikan, maka kurikulum yang dihasilkan belum mengarah pada pencapaian visi dan misi Unesa. Ketika peraturan tentang pengembangan kurikulum berlaku, maka kurikulum mulai ditata sesuai dengan arah dan prosedur yang benar.

 

Berdasarkan landasan historis tersebut maka proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan berbagai macam kelebihan dan kelemahan serta karakteristik kurikulum yang pernah dihasilkan dan dipergunakan. Hal ini perlu dijadikan landasan untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik dengan memperhatikan kondisi dan peraturan yang berlaku.

 

Pengembangan kurikulum saat ini harus mampu memfasilitasi mahasiswa belajar sesuai dengan zamannya; kurikulum yang mampu mewariskan nilai budaya dan sejarah keemasan bangsa-bangsa masa lalu, dan mentransformasikan dalam era dimana dia sedang belajar; kurikulum yang mampu mempersiapkan mahasiswa agar dapat hidup lebih baik di abad 21, memiliki peran aktif di era industri 4.0, serta mampu membaca tanda-tanda perkembangannya.

 

Kebijakan Merdeka Belajar untuk sementara ini dijadikan solusi  tepat dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel, sehingga tercipta kultur belajar inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan link and match dengan dunia usaha dan dunia industri, serta untuk  mempersiapkan mahasiswa dalam dunia kerja sejak awal. Namun Nadiem (2020) menegaskan bahwa; ”Melalui kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka, Perguruan Tinggi dituntut untuk merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang inovatif agar mahasiswa dapat meraih capaian pembelajaran secara optimal. Mahasiswa diberikan kebebasan mengambil sks pembelajaran di luar program studi selama tiga semester, yang dapat diambil dari luar program studi dalam satu Perguruan Tinggi (PT) dan/atau di luar PT”. Artinya capaian belajar secara utuh menjadi orientasi dari kebijakan ini.

 

1.5 Landasan Hukum

 

Berikut adalah beberapa landasan hukum yang perlu diacu dalam penyusunan dan pelaksanaan kurikulum:

  1. Pancasila dan UUD 1945
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);
  4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI);
  5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013, tentang Penerapan KKNI Bidang Perguruan Tinggi;
  6. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi;
  7. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 59 tahun 2018, tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, Sertifikat Profesi, Gelar dan Tata Cara Penulisan Gelar di Perguruan Tinggi;
  8. Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi No. 123 Tahun 2019 tentang Magang dan Pengakuan Satuan Kredit Semester Magang Industri untuk Program Sarjana dan Sarjana Terapan.
  9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 3 tahun 2020, tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi;
  10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 5 tahun 2020, tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi
  11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 7 Tahun 2020 tentang Pendirian Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.
  12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 22 tahun 2020, tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Gambar 1. Landasan Hukum, Kebijakan Nasional dan Institusional Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi

 

Landasan yuridis pengembangan kurikulum Pendidikan Tinggi diatur dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang memuat pengertian kurikulum pendidikan tinggi pada pasal 35 ayat 1 sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi. Kurikulum yang dikembangkan program studi haruslah memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan Menteri. Dalam Pasal 29 UU Pendidikan Tinggi dinyatakan acuan pokok dalam penetapan kompetensi lulusan Pendidikan Akademik, Pendidikan Vokasi, dan Pendidikan Profesi adalah Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). KKNI telah diatur melalui Peraturan Presiden No. Tahun 2012. Pengembangan kurikulum juga mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan, pada saat ini Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang berlaku adalah Permendikbud No. 03 Tahun 2020 menggantikan Permenristekdikti No 44 tahun 2015. Gambar 1 menunjukkan rangkaian landasan hukum, kebijakan nasional dan institusional pengembangan kurikulum Pendidikan tinggi.

 

Standar Proses yang ada dalam SN-Dikti menjadi dasar kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka di Perguruan Tinggi. Mahasiswa mendapat kesempatan untuk mendapatkan pengalaman belajar di luar program studinya dan diorientasikan untuk mendapatkan keterampilan abad 21 yang diperlukan di era Industri 4.0 antara lain komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, berpikir kreatif, juga logika komputasi dan kepedulian. Peran penting kurikulum dalam penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi juga diatur dalam Permendikbud No. 5 Tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi dan Permendikbud No. 7 Tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta. Perguruan tinggi memiliki visi, misi, tujuan dan strategi serta nilai nilai yang dikembangkan untuk mewujudkan keunggulan lulusannya. Karena itu pengembangan kurikulum juga selaras dengan kebijakan di Perguruan Tinggi masing-masing, sehingga lulusan setiap Perguruan Tinggi dapat memiliki keunggulan dan penciri yang membedakan dari lulusan Perguruan Tinggi lainnya.